Polemik KEK dan Konsorsium


Keputusan pelaksanan tugas Gubernur Aceh Soedarmo mengenai penyerahan hak pengusul kawasan Ekonomi khusus (KEK) kepada BUMN di anggap mengecewakan oleh rakyat Aceh, jika di usut kembali bagaimana tidak!! Bahwa modal awal pembangunan KEK berasal dari pengelolaan asset  kilang LNG Arun dimana biaya pembangunan aset tersebut tidak sedikit pun ada campur tangan APBN, semua biaya pembangunan aset tersebut berasal dari pinjaman luar negri  yang kemudian di lunaskan sendiri oleh penjualan migas dari lapangan Arun Aceh. Hal ini sangat beralasan untuk memberikan rasa keadilan bagi rakyat Aceh untuk untuk mengantongi hak sebagi pihak  pengusul KEK (kata Fuad Buchari sebagai anggota Tim Fasilitasi Percepatan Pembanguan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe (KEKAL) dalam Aceh Journal National Network (AJNN)).  
Nah sekarang ingin dialihkan kepada BUMN? bagaimana tidak mengecewakan??  bak istilah “anak kandung di ambil orang lain orang tua mana yang tidak marah!!!”

Tidak hanya sekedar itu PLT Gubernur Aceh dianggap terlalu lancang dalam mengabil sebuah keputusan di tambah lagi keputusannya itu bertentangan dengan keputusan Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang menetapkan pemerintah Aceh sebagai pengusul Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe (KEKAL).Diluar sepengetahuan penulis apakan PLT Gubernur Aceh tidak tau atau mengabaikan mengenai wewenang yang diberikan kapadanya untuk mengawal pelaksanan pilkada, dimana wewenang itu telah diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan,pengesahan,pengangkatan,danpemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 132 (A) .Pada Angka 2 dan 4 disebutkan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenagnya,plt gubernur dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijankan penyelenggaraan pemerintah dan program pembangunan pejabat sebelumnya; membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya “kata Nurdin,selaku Akedemisi Unsyiah dalam Aceh Journal National Network”

Menurut Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam AJNN 3 januari 2017 perubahan ini menunjukkan pemerintah Indonesia tidak peka terhap permasalah,padahal permasalah ini sudah pernah terjadi dimasa lalu yang menimbulkan konflik berkepanjangan kita tidak ingin mengulangi pengalaman buruk itu tegasnya   Kemudian MoU Helsinky juga telah mempertegas  bahwasannya  “Aceh memiliki hak   pemanfaatan kekayaan dan aset secara mandiri” ini merupakan isu penting MoU Helsinky dalam UUPA

 Pertanyaan besar timbul dalam benak penulis apa tujuan Plt Gubernur Aceh mengubah hak pengusul KEK kepada BUMN,bukankan dengan menjadi pihak pengusul KEK Pemerintah Aceh  akan memperoleh kepemilikan saham BUMA dalam jumlah besar.dan sebaliknya perubahan pihak pengusul ke BUMN akan mengurangi peran strategis pemerintah aceh yang pada akhirnya akan mengurangi hak kepemilikan saham BUMA dalam penegelolaan KEKAL ( AJNN,3 january 2017)
Namun apa lah daya kami rakyat biasa bergerak tidak bisa, membangun pun tidak mampu oleh karena itu besar harapan kami semoga para anggota fasilitasi Percepatan Pembanguan Kawasan Khusus Ekonomi Arun Lhokseumawe (KEKAL) semoga mampu mengatasi masalah ini dan memperoleh apa yang seharusnya menjadi hak Aceh.

Nah dalam kasus ini kita perlu menganalisis beberapa hal,yang pertama mengenai keuntungan dan kerugian yang di peroleh jika KEKAL dikelola oleh BUMN. Apakah pengeloaannya dijamin akan lebih baik dari pada pegelolaan oleh BUMD? Apakah pendapatan yang akan di peroleh nantinya dijamin lebih besar jika di serahkan kepada BUMN?

Faktanya dengan mengantongi hak sebagai pungusul KEKAL pemerintah Aceh akan memperoleh kepemilikan saham dalam jumlah besar, namun jika setalah KEKAL dikelola oleh BUMN dapatkah pemerintahan aceh memperoleh  deviden jauh lebih besar ??  Jika itu dapat dipenuhi maka apa salahnya.

Sejauh mana pun kaki melangkah, sebijak – bijak seorang penguasa tetap saja pengalam adalah guru yang paling bergharga.Kembali melihat kemasa lalu tidak semua BUMD berakhir dengan kesuksesan kecuali sector perbakan yang memang ada regulasi yang ketat kata pak joko widodo dalam kompas.com.

Dilansir dari serambi Indonesia 14 november 2016 Perusahaan Daerah Air Minuman (PDAM) Tamiang contohnya padahal  keberadaannya sudah di monopoli tatapi apa yang terjadi? Utang PDAM Tamiang membengkak sebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah sistem pengelolaan yang tidak tepat dan tidak sesuai,bahkan tidak sedikit PDAM yang harus tutup karena kurangnya modal dan operasionalnya.Contoh lainnya bidang usaha air minum dalam kemasan (AMDK) yang pernah dibuat oleh BUMD  pulau Kapuas yang saat ini sudah bangkrut padahal sudah di monopoli tetapi masi bangkrut juga. Sebelumnya usaha AMDK ini juga pernah dibuat di kota Palangka Raya  oleh salah satu mantan Walikota dan ternyata harus tutup buku dengan cepat dan juga masih banyak BUMD lainnya yang mengalami kebangkrutan sehingga ujung – ujungnya harus ditutup.

Namun pengelolan usaha oleh Negara juga tidak 100% menjamin kesuksesan karena faktanya juga ada BUMN yang mengalami kemunduran dan bahkan gulung tikar seperti  PT Peruri, PT Asean Aceh Fertilizer, PT Soda Waru, PT Iglas Dll.wordpress.com

Maka oleh karena itu perlu pertimbangan KEK akan lebih menguntungkan atau akan lebih baik pengelolaannya jika di serahkan kepada siapa?? BUMN kah??? Atau BUMD kah??

Sistem pengelolaan yang baik, tenaga kerja yang professional, kepemimpinan yang bjaksana dan pengambilan keputusan yang tepat adalah jantung hati sebuah usaha baik itu BUMD dan BUMN. Namun di balik itu semua jangan lupa tujuan utamanya adalah untuk mensejahterakan rakyat dan menjaga tanoh endatu agar tetap makmur. Siapa pun itu baik yang  betugas dalam melakukan   pembangunan, menjaga aset daerah, mempertahankan hak itu semua bertujuan untuk menjaga dan membangun kesejahteraan rakyat Aceh.

 BEK NA KARU BEK NA DAWA MARI TABANGUN ACEH YANG DAME, ADIL,MAKMUR NGON SEJAHTERA.

Comments

Popular posts from this blog

INFO MENDELEY TERLENGKAP

Membuat Dokumen Menggunakan LATeX