PENGAMATAN TERHADAP PENGEMIS


                Pengamatan pertama, saya mulai dari tanggal 23 april 2016 tepatnya hari sabtu seminggu yang lalu, pegamatan terhadap seorang pengemis yang saya lakukan berlokasi di perkarangan Mesjid Raya Baiturrahman dengan tujuan supaya saya dapat mengamati pengemis yang sama selama seminggu, ternyata tepat sekali saya selalu mendapatkan pengemis yang sama ditempat yang sama, Langsung saja, ketika kaki saya memasuki pintu gerbang mesjid terlihat dengan jelas sederetan pengemis duduk di lorong sempit menuju pintu masuk mesjid kaum laki – laki.   Enam orang pengemis duduk berderetan di lorong sempit itu dengan gaya duduk dan perawakan yang berbeda – beda  ada yang duduk sambil merokok, ada yang duduk sambil berdoa, ada yang bersalawat dan ada pula yang duduk menggendong seorang bayi kecil. Nah di sini saya tidak ingin mengamati semua pengemis tersebut secara detail saya lebih tertarik pada seorang pengemis yang menggendong seorang bayi karena saya ingin mengetahui apa alasan si ibu membawa si kecil untuk berpanas – panasan di bawah teriknya matahari, belum lagi dia juga memboyong dua anak yang lain, sekilas terlihat begitu menyedihkan dan merepotkan.

Si ibu yang bernama khairani memakai baju kurung berwarna putih kusam jika dilihat dari dekat banyak bintik bintik hitam, ia mengenakan rok coklat bermotif bunga-bunga di tambah jilbab berwarna kuning agak ke coklat – coklatan. Raut muka yang tampak kusam tak terurus ditambah lagi beberapa helai rambut keluar melalui samping-samping jelbabnya menambah kesan ketidakrapian, ia membawa sebuah timba kecil berwarna hijau sebagai alat pendukung profesinya  Ia meggendong seorang bayi laki laki dan dua anak lainnya duduk disamping kiri dan kanannya. Ketiga anak yang di bawa nya terlihat begitu kusam dan kotor. sesekali terlihat juga ia memarahi anak – anak nya yang berlari ke sana kemari.

Nah pengamatan saya selama seminggu terhadap si ibu pengemis tersebut ia selalu datang dan pergi dengan becak yang sama bahkan sopirnya pun selalu sopir yang sama, ia dan ketiga anak nya selama seminggu mengenakan pakaian yang sama walaupun sudah terlihat kotor tapi tetap saya besok ia datang lagi dengan baju yang sama bak seragam kerja yang tidak boleh diganti-ganti. Ia selalu tiba di lokasi pada jam 07.00 begitu lah kata seorang photographer mesjid ketika saya tanyai, dan akan pergi ketika jam 12,00 namun akan kembali lagi setiap 15 menit sebelum waktu shalat tiba karena para jamah yang  berdatanagan pun ramai untuk menunaikan shalat, ia……. Setelah sya perhatikan ternyata ia selalu saja ada saat waktu – waktu shalat akan tiba dan hilang entah kemana saat semua jamaah ikut pergi, ia kembali di jemput pada jam eman sore sebelum azan Magrib dikumandangakan sebelum matahari kembali ke peraduan. Duduk beralaskan selembar kotak yang direntangkan dengan memangku seorang bayi yang setiap kali di bawa dalam keadaan tertidur pulas,hanya sesekali tampak tidak tahan dengan panas nya udara ia menangis dan kemudian sodoran asi pun kembali mengantarkan nya tidur. begitu sedikit gambaran tentang salah seorang pengemis di perkarangan Mesjid Raya Baiturrahman. Setalah saya perhatikan selama kurang lebih seminggu ternyata tehnik si ibu mengemis yaitu ia duduk pasrah dengan pandangan kosong kedepan raut muka menyedihkan, tak seutas senyum pun pernah melengkung di wajah nya tangan nya di sodorkan kedepan bak anak kecil yang sedang meminta uang jajan pada ayahnya ditambah lagi dengan membawa ke tiga orang anak kecil yang menambah kesan orang – orang kasian pada nya, padahal jelas terlihat fisiknya begitu sehat layak orang-orang pada umumnya tak terlihat sedikit pun ketidak mampuan mencari nafkah pada nya, tapi kenapa iya memilih menjadi pengemis padahal Allah sudah memberinya fisik yang sempurnan untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di bandingkan menjadi peminta – minta, yang bisa dimaklumi bagi orang yang tidak memiliki kesempurnaan fisik.

Pengamatan saya pada hari ke tiga pun berlanjut  ketika saya duduk di selah-selah tanaman mesjid sambil mengamati pengemis tersebut dan ketiga anaknya pandangan saya terus tertuju pada bayi kecil dalam gendongannya yang sedang menangis tapi tidak bisa mengatakan apapun karena berbicara pun iya belum bisa, sesekali hanya terdengar beberapa kata “maak….maaak….uuuuu…..” kemudian menagis lagi. Begitulah, tapi tidak ada tindakan dari sang ibu untuk membawanya pulang. Mungkin ia ingin tidur dengan nyaman tanpa harus mendengar kebisingan kendaraan berlalu lalang, bunyi alas – alas kaki jama’ah mesjid yang mondar mandir, mungkin ia lapar, atau haus atau kepanasan atau mungkin dia kesakitan, kedinginan Karena selalu saja ia terlihat mengenakan baju singlet dan celana pendek saja, begitulah perasaan dan hati kecilku terus berbisik, miris rasanya. Seorang bayi yang seharusnyaa dilindungi dan diberi kenyaman tapi malah di jadikan untuk membantu mencari nafkah oleh ibunya. Kejam…hidup sekeras ini  tidak layak bagi seorang bayi. Menatap wajah dan mendengar tangisanya seakan ada pesan dalam tangisan itu “ibu aku belum kuat untuk menahan teriknya panas matahari, dingin nya hembusan angin, kulit ku masi begitu sensitive bu. Bersabar lah bu untuk membesarkanku dan menungguku tumbuh dewasa aku akan berjanji untuk membantu ibu bekerja saat aku besar nanti, aku akan mencarikanmu pekerjaan yang layak untuk kita mencari nafkah bersama”. Dimana naluri mu wahai ibu? anak mu seakan mengajak mu berbicara, tangisan itu mengajak mu untuk kembali  ke peraduan kalian. Ingin rasanya menyampaikan unek – unek ini pada para  ibu  di luar sana yang membawa bayinya untuk ikut mengemis.  Tapi apalah daya, saya belum mempunyai keberanian yang cukup untuk mengatakannya. Saya berharap semoga permasalahan ini ada solusinya.

Hidup adalah pilihan namun ia memilih menjadi peminta – minta tidak ingin menjadi orang yang memberi, padalah ia pasti tau tangan di atas jauh lebih baik dari tangan di bawah, saya yakin ia pasti tau mengenai hal itu cuman keinginan untuk bangkit itu yang tidak ada. Saat mengemis menjadi pekerjaan yang mudah baginya terik matahari pun tidak lagi menjadi sebuah hambatan dan masalah. Namun itu wajar karena begitulah perilaku manusia saat ia aman dan nyaman pada suatu kondisi ia akan sulit meninggalkannya bahkan hambatan dan rintangan pun akan dia lalui. Padahal apa salahnya jika dia mejadi buruh cuci toh fisiknya sehat, menjadi pembantu rumah tangga, atau mungkin menjadi baby sister, atau menjadi tukang masak di rumah makan yang kini kian menjamur, bukan kan pekerajaan semacam ini bisa iya lakukan, toh tidak memerlukan ijazah yang di perlukan hanalah skill yang sangat familiar bagi seorang ibu rumah tangga. Sebenarnya banyak pilihan namun tetap saja pada akhirnya keputusan ada pada pribadi masing – masing.

Sebelumnya para pengemis yang berada di sekitaran lingkungan mesjid raya sudah pernah dilarang untuk tidak mengemis lagi di sana, namun ternyata peraturan itu tidak bertahan lama, tetap saja para pengemis itu berdatangan lagi. Awalnya dilarang oleh para pemuka mesjid karena merasa malu terhadap para tamu yang datang dari negara lain yang ingin menunaikan ibadah di mesjid raya atau para tamu lain yang datang dengan berbagai macam alasan dan tujuan yang berbeda – beda.  Menurut saya pribadi setuju dengan adanya pelarngan itu melihat dari segi  Aceh yang terkenal dengan Seuramo Mekkahnya, Aceh yang terkenal dengan Syariat Islamnya, Aceh yang terkenal dengan  kekayaan alamnya, tapi para pengemis merebak dimana – mana  tidak cukup dijalanan saja tapi  sampai ketempat ibadah pun yang seharus nya jelas tempat untuk menunaikan kewajiban kepada Allah yang seharusnya kita ramaikan untuk hal – hal yang baik, untuk hal – hal yang bersangkutan dengan ta’abbut tapi malah di ramaikan dengan tujuan komersial. Nah jadi dimana sekarang kita bisa melihat nilai suasana dan lingkungan syariat islam yang kental di  Aceh, dimana wajah Aceh yang kaya dan hasil alam melimpah?  kita bisa menerka sendiri bagaimana pandangan para tamu yang datang dari berbagai daerah dan negara pasti mereka punya pandangan dan penilaian tersendiri terhadap aceh, jika memang Aceh daerah yang kaya  mana mungkin ada penduduk nya yang harus mengemis, bukan kah seorang ayah konglomerat tidak akan membiarkan anak kandungnya menjadi peminta – minta ????. Tapi itulah Aceh saat ini

Semoga mereka yang berwenang terus melakukan berbagai perbaikan yang lebih membangun kedepan dengan  lebih memperhatikan  rakyat – rakyat kecil khusunya para pengemis sehingga ada kebijakan khusus bagi para pengemis. Apa itu di sediakan lapangan pekerjaan atau di beri dana untuk membuka usaha – usaha kecil sehingga tingkat pengemis tidak terus bertambah dari tahun – ketahun sehingga tidak ada lagi alasan mengemis Karena kuranggnya lapangan pekerjaan oleh karena itu berdampak pada mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatnya tingakat pendapatan perkapita masyarakat. bukankah suatu negara atau daerah dikatakan makmur jika pendapatan perkapita meningkat? Bukankah suatu daerah atau negara dikatakan memiliki perokonomian yang baik jika minimnya tingkat pengangguran? . Semoga Aceh lebih baik kedepan .

Nah kemudian setelah di fasilitasi jangan lupa di tetapkan sanksi bagi yang melanggar supaya peraturan tetap bertahan lama, karena tanpa sanksi apalah arti sebuah peraturan keduanya harus beriringan. Ibarat mobil tanpa sopir bagaimana ia akan berjalan bukan??    

                                                                                             Wassalam 
                                                                                 

Comments

Popular posts from this blog

INFO MENDELEY TERLENGKAP

Membuat Dokumen Menggunakan LATeX